Menyelami Kisah "Sang Pangeran dan Janissary Terakhir"
IDENTITAS
Judul : Sang Pangeran
dan Janissary Terakhir
Pengarang : Salim A. Fillah
Pengarang : Salim A. Fillah
Penerbit : Pro-U Media
Tebal Buku : 632 halaman
ISBN :
978-623-7490-06-7
SINOPSIS
Seperti
judulnya, buku ini menceritakan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dan para
Janissary terakhir dalam Perang Diponegoro.
Diawali dengan kisah
pemberontakan Janissary di tanah kekhilafahan Turki Utsmani. Yang akhirnya membuat Basah
Katib, Nurkandam, Nuryasmin, Murad dan Orhan datang ke tanah penghasil
rempah-rempah, yaitu tanah Jawa. Itulah kenapa mereka diberi julukan “Janissary
Terakhir”. Eits, tapi kelima orang ini bukan pemberontak. Mereka justru orang-orang
yang berpihak kepada Alemdar Mustafa Pasha, Sadrazam yang diserang oleh para Janissary.
Setelah
pemberontakan, para Janissary dibunuh oleh Raja yang baru. Sehingga Istanbul
sudah tak aman untuk ditinggali dan mereka memilih pergi ke tanah Jawa. Selain itu,
perjalanan ke Kepulauan Rempah-Rempah merupakan mimpi ayah Nurkandam yang belum terlaksana.
Dimulailah
petualangan seru di tanah Jawa melawan penjajah dari Belanda yang telah membuat
tipu daya kepada rakyat. Tapi hal ini ditentang oleh Pangeran Diponegoro hingga
terjadilah perang selama lima tahun. Tahun-tahun inilah perjuangan yang
sebenarnya terjadi. Pertempuran demi
pertempuran terjadi. Pangeran Diponegoro yang dicintai rakyat lari dari hutan ke hutan. Membuat
De Kock, Joost, Cleerens, Prager dan petinggi belanda lainnya geram karena
sulit sekali ditangkap dan diajak bekerja sama.
Selain
peperangan, buku ini juga mengisahkan kisah cinta yang rumit dan kompleks.
Tentang Basah Katib yang menikahi adik Nurkandam yaitu Nuryasmin yang juga
jatuh cinta kepada Siti Fatmasari, putri Patih Danurejo IV. Nurkandam juga jatuh
cinta kepada Siti Fatmasari, sedangkan Siti Fatmasari mencintai Basah
Katib yang sudah beristri. Hingga akhirnya Siti Fatmasari syahid di medan
perang, dan Nurkandam menikah dengan Sofiyawati, putri dari pasangan suami
istri yang menolong Nurkandam ketika luka-luka setelah berperang.
Walaupun
sangat rumit, tapi ini bukan kisah cinta yang cengeng. Karena mereka paham akan
hakikat cinta yang sebenarnya, yaitu memperjuangkan agama Allah SWT.
Terdapat pula drama adu domba yang didalangi oleh Cao Wan Jie, pengawal Siti Fatmasari. Cao Wan Jie
mengadu domba Basah Katib dan Nurkandam dengan cara mencuri catatan harian
Basah Katib yang kemudian dia palsukan. Kejadian yang
tidak bisa
ditebak ending-nya.
Banyak
pengkhianatan yang terjadi terhadap Pangeran Diponegoro. Bahkan akhir ceritanya
pun dikhianati. Dimulai dengan berkhianatnya Patih Danurejo IV dan Tumenggung
Wironegoro. Selanjutnya Cao Wan Jie, pengawal Siti Fatmasari yang ternyata gay dan menyukai Basah
Katib. Cao Wan Jie bersekongkol dengan Asisten Residen Chevalier, tapi tidak berhasil.
Pengkhianatan
terakhir dan paling memilukan adalah ditangkapnya Pangeran Diponegoro kemudian
diasingkan ke Makassar, jauh dari tanah Jawa. Akhir yang menyedihkan dari perjuangan selama lima
tahun berperang. Bagian paling sedih dan membuat saya menitikkan air mata.
PENOKOHAN
Banyak sekali tokoh dalam buku
ini. Butuh konsentrasi lebih agar bisa mengerti jalan ceritanya. Apalagi nama
tokoh jawa yang menurut saya mirip-mirip dan nama tokoh belanda yang bingung
bagaimana cara membacanya. Tapi hal ini memberikan warna tersendiri. Pembaca
dituntut untuk bisa memahami cerita dengan tokoh yang banyak.
Setiap
tokoh juga memiliki ciri khas karakter yang berbeda-beda. Pangeran Diponegoro
yang tegas dan berwibawa, Basah Katib yang puitis, Nurkandam yang kuat dan
cerdas, Orhan dan Murad yang jantan dan pemberani, Fatmasari
yang cantik jelita dan teguh, Patih Danurejo IV dan Wironegoro yang berkhianat,
De Kock dan Cleerens yang licik, Joost dan Cao Wan Jie yang pendendam, hingga
Legowo dan Prasojo yang humoris.
Itulah
sedikit gambaran mengenai tokoh di buku ini. Beberapa saya jelaskan, sisanya tinggal nilai sendiri dengan baca bukunya :)
ALUR
DAN LATAR
Novel ini dimulai dengan Prolog,
Bab Nol sampai dengan Bab Tiga Puluh, lalu di tutup dengan Epilog. Di setiap
bab nya dicantumkan tempat dan tanggal kejadian. Sehingga alur dan latar
tergambarkan dengan detail.
Jenis alurnya campuran, maju dan
mundur. Berpindah secara halus melalui cerita masa lalu
para tokoh. Memberikan kesan tersendiri terhadap pembaca. Imajinasi bermain
dengan apik.
POINT OF VIEW
POV bukan hanya dimiliki oleh
tokoh utama seperti Pangeran Diponegoro,
Basah Katib atau Nurkandam. POV juga dimiliki oleh tokoh antagonis seperti De
Kock, Joost, Cleerens, dan tokoh lainnya.
GAYA
BAHASA
Penulis
membuat hal yang ber-tema-kan sejarah menjadi begitu menakjubkan. Bacaan
yang sangat berisi tapi tidak berat. Membuat pembaca terhanyut akan sejarah
masa lampau yang ternyata begitu luar biasa. Tak seperti apa yang dipelajari di
sekolah atau artikel di internet. Membacanya seperti menikmati aliran air.
Menyegarkan, tak bosan, bahkan menjadi bersemangat.
Banyak percakapan menggunakan Bahasa
Jawa dan Bahasa Belanda. Tentunya dengan
terjemahan yang ditulis di catatan kakinya. Membuat cerita menjadi sangat nyata
dan semakin dibuat hanyut dalam cerita. Penjelasannya pun cukup jelas untuk
saya yang tidak mengerti Bahasa Jawa atau Bahasa Belanda.
Kesenangan
tersendiri membaca buku dengan bahasa yang asing bagi saya. Apalagi ada istilah
Bahasa Jawa seperti Mbelghedes dan ceklek ‘ane, atau sendiko dhawuh.
Sedikit-sedikit bisa mengenal bahasa jawa, walaupun belum mengerti.
FILOSOFI
Dibalik
adat dan budaya di tanah Jawa, ternyata banyak makna yang terkandung bahkan dari hal yang
terkecil. Sawo yang berjajar di depan masjid atau rumah, Keris yang selalu dibawa dan menjadi simbol harga
diri orang Jawa, hingga menu makanan seperti Nasi Wuduk, Ingkung Ayam, dan Sambal Gepleng. Semuanya memiliki filosofi yang
mendalam tentang islam.
PEMANIS
Tak hanya berisikan jalan cerita, terdapat pula tulisan-tulisan puitis. Tulisan yang ditulis oleh Basah Katib kepada Nuryasmin begitupun
sebaliknya. Ada pula tulisan Nurkandam untuk istrinya.
Keindahan kata-kata yang memainkan emosi
pembaca dan bikin baper (bawa perasaan).
Pada Bab Epilog pun terdapat gambar catatan harian Basah
Katib. Dengan tulisan bahasa arab, dan entahlah isinya apa. Yang jelas, ini juga
membuktikan otentiknya cerita yang diceritakan pada buku ini.
MINUS
Rasanya buku ini memang luar biasa. Memberikan dampak
positif kepada pembaca setelah selesai membaca. Saya sampai bingung untuk menilai apa
yang menjadi kekurangan.
Sedikit kesalahan saya temukan di halaman 399 paragraf
pertama. Disana tertulis “Basah Nurkandam”. Mungkin seharusnya yang tertulis
disana “Basah Katib”. Karena memang sedang menceritakan POV yang dimiliki oleh
Basah Katib.
KESAN
SETELAH MEMBACA
Sebelumnya saya ragu untuk bisa menamatkan buku yang
tebalnya 632 halaman, apalagi tentang Sejarah Indonesia. Tapi ternyata, kurang
dari sebulan rampung juga (walaupun tidak setiap hari membacanya). Sangat recommended! Untuk para pencinta sejarah, ataupun
pecinta buku cerita dan novel yang bahasannya tidak berat dan bahasanya tidak ilmiah.
Apalagi kaum millennial. Kalian wajib baca!
Ternyata buku ini membuat saya berdecak kagum. Tak
menyangka bahwa ternyata ini adalah sejarah yang pernah terjadi di Indonesia. Bukan novel fiksi yang
sering saya baca. Tokohnya, jalan ceritanya, dan konflik yang terjadi
benar-benar nyata dan mengagumkan.
Keren banget!
Nampaknya
Indonesia sangat membutuhkan banyak buku semacam ini. Sejarah yang dikemas
dalam bentuk novel. Bukan hanya menjadi penghibur, tetapi sekaligus mengajarkan
sejarah yang membuat bangga bangsa Indonesia. Banyak sekali pelajaran yang di
dapat dari buku ini. Perjuangan, kesetiaan, kesabaran, keikhlasan, dan hal lainnya yang memotivasi para pembaca.
Dengan kemampuan merangkai kata dan ilmu “Sang Katib”
yang Maasya Allah, telah berhasil membuat cerita sejarah menjadi mengasyikkan dan bikin
ketagihan. Membuat saya terhipnotis, seakan terjun langsung dalam
jalan cerita sejarah ini.
Gak sabar
untuk baca buku selanjutnya. Ditunggu ustadz, Barakallah.
MasyaAllah.. Jadi penasaran mau baca bukunya😍
ReplyDeleteMantap jadi penasaran
ReplyDelete